“Sepeda ini sahabat setiaku..” Riko yang baru kelas
VII disalah satu SMP di kawasan IV Angkek selalu bangga mengatakan itu pada
Bapak, Emak, Bang Rimon , dan juga
teman-temannya di sekolah .
“Memang apa hebatnya, sepeda buruk macam itu Ko?”
tanya Doni teman sekelasnya suatu ketika.
“Kamu tidak tahu Don, begini-begini sepeda ini membawa
berkah.” Jawab Riko.
Mendengar kata berkah Doni jadi terdiam agak menganga
dan tak bisa mencela, berkah suatu kata yang memang familiar tapi kalo harus
mengartikannya pasti akan dibuat bingung duapuluhtujuh keliling. Sebenarnya
Riko sendiri spontanitas saja karena biasanya dia sering mendengarkan kata ini
keluar terucap dari mulut Emak, “ biar
sedikit rizki yang didapat asal berkah, biar jelek dan sederhana yang kita
punya yang penting berkah.”
“Memang kalau yang banyak dan bagus yang tidak berkah
itu seperti apa Mak.?” Tanya Riko
“Seperti orang yang banyak pitih, otonya mahal, rumahnya rancak,
perabotan-perabotannya mewah, tapi
didapat dari jalan yang tidak halal.”
Lambat-lambat di ujung jalan dari arah simpang Biaro nampak orang yang sedang ditunggu-tunggunya ternyata sang abang Rimon, Rikopun tanpa banyak cingcong langsung tancap pedal melajukan sepedanya dengan antusias menjeput sang kakak.
“Seperti uang
korupsi itu ya mak” Riko dengan enteng menyimpulkan.
Hidup susah memang
lelah, hidup tak punya memang menderita tapi bukan berarti lelah dan derita
hanya milik mereka kaum yang susah dan papa saja. dan sebaliknya rasa senang
dan nikmatpun kaum gelandangan dan
melaratpun ada saatnya merasakannya malah bisa jadi lebih kerap daripada yang
kaya harta.
Dan bagaimana biar
hidup itu senantiasa nikmat selalu baik disaat lapang dan senang, maupun disaat
lelah dan susah, ternyata salah satu kuncinya hanya harus pandai dan mau
bersyukur itu yang menjadi langganan petuah bapak kepada Riko dan Rimon. Bapak
yang baik dan bijak ini sebenarnya hanya seorang tukang becak dan buruh angkut
di pasar aur.
Suatu hari Rimon
sang kakak yang sudah kelas 2 di
Madrasah Aliyah Negri di Bukittinggi menyampaikan sesuatu hal kepada Riko sang adik.
“Dik, Abang ingin
memberi hadiah motor buat Bapak.”
“Hahaha..Bilang aja
Abang yang ingin dibelikan Honda..”
Riko malah balik menggoda.
“Huss..bukan begitu
maksud Abang, tapi kalau ada Honda tentu
Bapak dulu yang harus pakai biar Bapak tidak penat membecak sepeda lagi,
sekaligus bisa mangkal ngojek di simpang Biaro ”. Tegas Rimon menjelaskan.
“Oo.. oke setuju
kalau begitu Bang, setidaknya Abang juga nanti bisa belajar motor
dan bantu-bantu ngojek ya bang .” Riko berubah antusias.
“ya sudahlah kamu
berdo’a saja biar Abang nanti yang memikirkannya” pungkas Rimon menutup
obrolan.
****
Sore di hari Jumat Riko tampak sedang gelisah dan cemas diatas sepedanya yang berhenti parkir
di simpang tiga di batas jorong
tempat tinggalnya, badannya tegap kaku kedua tangannya memegang kendali sepeda,
kaki kirinya berpijak pada tembok gapura sedangkan kaki kanannya sudah tertekuk
siap menekan pedal sepeda.
Lambat-lambat di ujung jalan dari arah simpang Biaro nampak orang yang sedang ditunggu-tunggunya ternyata sang abang Rimon, Rikopun tanpa banyak cingcong langsung tancap pedal melajukan sepedanya dengan antusias menjeput sang kakak.
“Assalamulaikum..gimana Bang sukses?” seru Riko sambil
memutar sepedanya untuk memberi tumpangan pada Abangnya.
“Aman dik, Abang sudah dapat ticket lomba sepeda
santai gratis dalam rangka HUT kota Bukittinggi, tadinya malah mau ambil dua
tapi sepeda kita kan Cuma satu .” jelas Rimon sambil memamerkan sehelai ticket.
“Tidak apa-apa bang serahkan sama Riko aja biar Riko
yang ikut lomba jangan kuatir, optimis menang nih” Riko merespon senang.
“Bagus lah kalau begitu kamu banyak berdo’a saja dan
jangan lupa minta restu sama Emak dan Bapak biar besok Adik beruntung dan dapat
hadiah utama.” Kata Rimon sambil memegang kedua pundak adiknya lalu memijakkan
kakinya yang bersepatu warior itu pada dua ujung baud di poros roda belakang.
****
Jalan sendral Sudirman di hari Minggu itu begitu
meriah di tepi jalan sepanjang lapangan kantin sampai simpang Yarsi di penuhi marawah dan umbul-umbul sponsor yang
berderet, di panggung utama lapangan kantin sudah dipenuhi juga dengan berbagai
macam hadiah yang terpajang, terutama yang paling tampak mencari perhatian Riko
hadiah utamanya sebuah motor metik keluaran terbaru yang tampak sadel joknya
masih berbungkus plastik.
Para peserta sepeda gembira pun sudah tumpah ruah di
jalan sudirman hampir ribuan banyaknya, berbagai macam merek dan model sepeda
dari yang masih baru sampai yg sudah mendekati rongsokan bercampur baur
diantara peserta dan penonton.
Suara riuh banyaknya manusia rasanya lebih dominan
dari sambutan-sambutan formalitas
kepanitiaan suaranya gemuruh seperti suara dengung lebah mengaburkan pidato
dari pengeras suara, memang wajar seolah
acara protokoler tidak dipedulikan, toh yang ditunggu kebanyakan peserta sebenarnya hanyalah aba-aba pelepasan oleh Pak Walikota.Dan
akhirnya detik – detik yang ditunggu para pesertapun tiba.
“Kring..kring..teet...teeet...klenong..klenong...”
Mendadak
seketika ramai suara bel sepeda yang saling bersahutan, ternyata respon spontan
dari para peserta setelah Pak Walikota menutup sambutan dan mengambil
ancang-ancang untuk memberi aba-aba pelepasan dengan memegang bendera, Riko
ikut segera merangsek kedepan bersamaan dengan bergeraknya semua para peserta
untuk meninggalkan garis start.
kondisi jarak antar peserta masih padat dan rapat
jarak hingga simpang kankung, dan baru
di turunan jalan panorama/lubang Jepang
jarak kepadatan antar sepeda peserta sudah mulai terurai.
Riko berusaha terus menyalip peserta – peserta yang
lainnya, hingga tanjakan bukik ambacangpun
Riko tak mengendurkan kayuhannya, formasi peserta yang awalnya nampak gerombolan mulai terpisah-pisah menjadi kelompok kelompok
kecil sampai disimpang makam pahlawan
para peserta disambut panitia yang menyuruh menstempel kartu yang merupakan syarat syah undian nanti.
Riko dengan tergesa- gesa mengayuh sepedahnya agar
segera bisa berada diantara para peserta yang ada di depan karena terlalu
semangatnya hampir-hampir terjatuh saat menikung di Simpang Surau gadang ke
arah mandiangin akibat menghindari motor yang salah mengerti dengan petugas
lantas dan panitia lomba yang mengatur rute perlombaan, Riko tak mau ambil
pusing dan tak membuatnya jera untuk terus mengayuh sepeda dengan cepat penuh semangat
hingga akhirnya di simpang landbow peserta yang di depannya hanya sekitar lima
orang lagi, dalam pikirnya sebelum samapai finish semuanya harus segera
tersalip.
Nafaspun sudah terengah-engah dadapun sudah mulai
sesak turun naik hingga akhirnya di simpang tarok ternyata Riko sudah mulai di
posisi ke tiga, dan di simpang Jembes Rikopun akhirnya melesat hingga finish meninggalkan peserta lainnya.
******
Riko dan Rimon sudah berada di depan panggung berbaur
dengan peserta dan penonton lainnya untuk mengikuti acara pengundian hasil
lomba, Panitia dibantu MC acara sudah mulai mengaduk kotak kaca berisi kupon.
“ kalau hadiah utama mungkin terakhir dicabutnya ya bang “
“ya mudah-mudahan yang terakhir itu untuk yg finishnya
pertama ya dik biar adil hehe..”
“Selanjutnya
langsung untuk 5 hadiah hiburan berupa
payung...” teriak MC yang membuka ribuan pasang telinga yang tengah
penasaran menunggu ejaan angka berapa yang akan disebutkannya,
“2............3..............1..............0.........”
Riko dan Rimonpun kaget ternyata nomor kuponnya sama
dengan yang barusan dibacakan, kedua kakak beradik ini sedikit kecewa karena
hadiah tak sesuai dengan harapan, Riko tampak tak puas namun Rimon segera menyuruh
dan memaksanya untuk segera naik panggung.
“Ingat kata emak dan bapak dik, nikmat itu harus di
syukuri..” bisiknya dalam.
Rikopun mengangguk berat dan berlari menuju panggung
menyambut sodoran payung kemenangan.
Bukittinggi,
Oktober 2014
Comments