Swalow Ceplek |
Kalimat biar jelek milik sendiri atau milik pribadi bagi
sebagian kita bukan hal yang baru dijumpai, karna aku pribadi sebelumnya pernah juga membaca
dan menemukan dibeberapa tempat dalam bentuk stiker yang ditempel di Helm, di
Space board motor, di cermin, hingga di pintu kamar bahkan rumah sekalipun.
Seolah memberi kesan dan pesan benda atau barang yang bermerk “ itu “adalah benda
teraniaya bahan cercaan yang berubah
garang dengan kalimat pengakuan akan kenyataan”Elek yo ben, Biar Jelek yang penting milik
Sendiri.”
Pengakuan akan kenyataan atau sikap blak-blakan terkadang
memang diperlukan untuk dimunculkan sebagai counter akan paradigma kepura-puraan
yang semu dalam kehidupan kita. Karena kita masih merasakan diri dan masyarakat
kita umumnya masyarakat yang berparameter cangkang yang menilai seseorang pada
penampilannya, yang menyandarkan pandangan pada kemasannya, Sehingga wajar
kalau masyarakat kita suka mementingkan gaya akibatnya menjadi masyarakat
konsumtif, sehingga lebih jauhnya kalau sudah materialisme ya wajar obsesi hidupnya
adalah duniawi, maka sebagian dari masyarakat kita ada yang menjadi gelap mata harus
menjadi pencuri, penipu, sampai koruptor.
Melihat dari kenyataan itu rasanya tak salahnya kita maknai
pesannya dari kalimat “Biar jelek milik
pribadi” itu, mudah-mudahan kalimat yang terkesan blak-blakan itu bukan
sekedar pernyataan prustasi akan kenyataan hidup belaka, tapi semangatnya
adalah kepercayadirian, keterbukaan, dan tentunya kejujuran. Bukankah ketika
kita percaya akan diri kita dan bangga akan sesuatu yang kita punya walaupun sederhana
bahkan seadanya, itu sudah langkah awal kita bersyukur
atas karunia Tuhan? Dan sebaliknya segala topeng kebobrokan, kepura-puraan sehingga menjadi
kesia-siaan hidup akibat turunnya kadar rasa syukur bahkan kufur akan karunia tuhan.
Sehingga paradigma kita dalam melihat sesuatu seharusnya
jangan terkecoh pada penampilan, gaya, aksesoris dan segala tetek bengek
embel-embel dunia lainnya. Karena satu lagi spirit kita adalah bahwa semua kita
sama yang terpenting bukan pada casing apalagi kedok tapi lebih melihat isi, bahkan ada
yang lebih dalam lagi mengatakan yang terpenting itu hatinya, dan bukankah dalam pandangan Tuhan
semua kita ini sama yang membedakan derajat kemuliaan hanyalah ketaqwaan saja?
Maka sekali lagi mari kita apresiasi,kita sambut dan layani semuanya tanpa pandang bulu, tanpa
membedakan status selagi mereka manusia dan mahluk tuhan yang mencintai
persaudaraan dengan suatu kalimat sambutan setulus-tulusnya “Selamat datang Sandal Capit” di rumah kita, kantor, Masjid, di mana saja bahkan sampai ke Istanapun. (Adin)
**Special buat tempat
kerjaku yang mulai membenahi kesamaan
pelayanan antara Muzaki dan Mustahik.
Comments