Skip to main content

FILOSOFI ZAKAT " Bayarlah Zakat Pada Tempatnya"


Bayarlah Zakat Pada Tempatnya

Pernah suatu ketika saya memiliki kesempatan jaulah ke luar daerah bersama beberapa teman, di perjalanan kami membaca salahsatu slogan dari sebuah instansi zakat daerah setempat yang terpampang pada baligo bertuliskan “ Bayarlah Zakat Pada Tempatnya”, salah seorang diantara kami ada yang mengomentarinya karena merasa janggal. “Lucu, kalimatnya kurang pas malah jadi mengingatkan pada jargon kebersihan” celanya.

Diantara kami sayalah satu-satunya yang berprofesi sebagai penggiat zakat merasa perlu membela dan menjelaskan tentang slogan yang tertera di baligo tersebut, dengan argument normative saya jelaskan bahwa manfaat zakat itu memang untuk membersihkan dan mensucikan harta dan jiwa para muzakinya seperti yang Allah firmankan  Ambilah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka Sesungguhnya do’amu menentramkan jiwa mereka. Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. “ (At-Taubah 103).




Tapi ternyata tidak sampai disitu saya juga merasa mendapat inspirasi dan ide yang berharga dari slogan yang terpampang di Baligo tersebut. Bukankah sebagian harta yang harus dikeluarkan untuk zakat itu pada hakikatnya adalah hak mustahik? Apakah tidak sama zakat yang dikeluarkan itu ibarat sampah atau racun yang harus dibuang atau dipisahkan dari benda yang  akan kita  pakai atau kita konsumsi misalnya berupa makanan atau minuman? Karena kalau dimakan semua dengan cangkang atau bungkusnya, bukankah malah menjadi berbahaya? begitupun zakat dikeluarkan agar harta halal si muzaki menjadi lebih bersih dan berkah.

Terus apa hubungannya dengan buanglah sampah pada tempatnya? atau bayarlah zakat pada tempatnya? Membuang sampah sembarangan pada sebagian masyarakat di lokasi atau kawasan tertentu masih banyak kita jumpai walaupun kadang sudah disediakan tempat atau tong sampah, tapi karena disiplin dan kesadaran yang belum membudaya, maka buang sampah sembarangan itu seolah boleh sesuka hati sendiri apalagi sambil berdalih belum ada peraturan yang melarangnya.

Padahal sebenarnya kita sama-sama faham akibat dari sembarangan membuang sampah itu berdampak buruk bisa mengakibatkan banjir, lingkungan menjadi tidak sehat, tidak indah dan tidak  nyaman. maka analogi tersebut sama pula dengan zakat kalau ditunaikan sendiri dan tidak tepat sasaran berakibat timbulnya banyak mudharat yang didapati, dimana seharusnya zakat bisa mengentaskan kemiskinan misalnya, justru sebaliknya malah menetaskan kemiskinan-kemiskinan baru.

Pada akhirnya diskusipun  dirasa cukup, kami sepakat mengambil suatu kesimpulan bahwa slogan itu justru memiliki muatan pesan yang dalam untuk dicermati, Saya pribadi sebagai seorang amylin akhirnya jadi mendapat tambahan refrensi filosofis mengenai edukasi zakat bagi para muzaki nantinya dan saya ingin sampaikan sekali lagi, “ Jagalah Kebersihan Harta Tunaikan Zakat Pada Tempatnya “. 
Lokasi Foto :Penulis di depan Istana Siak Sri Indrapura


Comments

Popular posts from this blog

Simpang Tanjung Alam dengan Beberapa Titiknya

Bagi anda yang berdomisili di Kota Bukittinggi dan sekitarnya tentu tidak asing lagi dengan namanya Simpang Tanjung Alam di kawasan Agam Timur, atau bagi anda yang sedang berencana melancong ke Bukittinggi dari arah Pekanbaru maka akan melewati simpang ini yang jaraknya  kurang lebih 3 KM sebelum masuk gerbang kota Bukittinggi. Anda boleh kenali beberapa titik yang bisa anda singgahi sekaligus 'nikmati'. Masjid Nurul Huda Masjid Nurul Huda Masjid ini sangat pas untuk disinggahi para pelancong yang sedang berada dalam perjalanan jalur Pekanbaru - Padang, letaknya memang tidak dipinggir jalan raya sedikit masuk sekitar 100 meter dari simpang empat arah ke kapau,kalau dari arah Padang atau Bukittinggi sebelah kiri posisinya sebaliknya sebelah kanan kalau dari arah Pekanbaru. Masjidnya bagus dan bersih, halamannya cukup luas untuk parkir,  toilet serta tempat wudhunya terawat dan yang terpenting tidak pernah kekeringan air.  Bubur Ayam Bandung Bubur Ayam B

Legenda Wilanagara

Tugu Gerbang Puser Dayeuh. ( sumber foto:Asep Sudiana ) Wilanagara adalah sebuah nama desa yang terletak di timur kawasan Jawa Barat, atau tepatnya desa yang berada di wilayah pemerintahan kecamatan Luragung kabupaten Kuningan. Membahas sebuah tempat ada yang menarik biasanya adalah mengenai asal-usul namanya, yang biasanya berlatar belakang sejarah legenda atau mitos dari cerita orangtua dahulu yang terkadang dihubung-hubungkan supaya terdengar nyambung tak jauh dari namanya yang kadang secara ilmiah dari fakta sejarahnya tidak ada hubungannya, namun walau begitu legenda merupakan hasil budaya yang perlu juga untuk diapresiasi karena sebetulnya sarat  pesan dan symbol untuk memberi motivasi dan warna hidup suatu masyarakat atau  setidaknya bisa jadi dongeng untuk " ngabobodo anu Cengeng " istilah Sundanya. begitupun dengan nama Wilanagara bagaimana sejarahnya seperti apa asal-usulnya?  Asal-usul Wilanagara menurut beberapa Sumber bahwa dahulu  namanya adal

Jalan HAMKA Bukittinggi

masjid jami tarok sumber foto www.panoramio.com Jalan Prof DR Hamka atau lebih dikenal dengan Jalan HAMKA di Kota Bukittinggi ini panjangnya hanya kurang lebih 2 KM saja, dimana ujung pangkal jalannya bersambung dengan dua jalan utama lainnya, ujungnya bertemu jalan Sutan Syahrir dan di pangkalnya bermuara di Jalan Soekarno Hatta. Dari persimpangan jalannya, setidaknya ada 3 Simpang utama yang strategis dan terkenal yang merupakan bagian dari jalan HAMKA : Simpang Mandiangin Simpang Landbow Simpang Tarok Simpang Mandiangin Pangkal jalan yg bermuara dengan jalan Soekarno Hatta adalah Simpang 4 dimana menghubungkan ke Pasar Bawah dan Pasar Banto, ke Mandiangin sendiri atau ke arah Gulai Bancah menuju Kantor Walikota dan satunya ke arah Tanjung Alam yang  merupakan jalur utama ke Kota Payakumbuh. Simpang Tarok adalah ujung jalan HAMKA yang bertemu Jl. Sutan Syahrir membentuk Simpang Tiga yang menghubungkan ke Pasar Aur Kuning dan ke Lapangan Kantin menuju Pusat Kota Bukit