Skip to main content

Usman Effendi Si Umar Bakri dari Desa Wilanagara

Usman Muda dalam seragam Kepanduan
Nama asli pemberian orangtuanya adalah Usman Effendi Wilanagara, namun nama belakangnya ditanggalkan oleh si empunya nama dengan alasan terlalu panjang adapun kata 'Wilanagara' sendiri merupakan nama desa tempat kelahirannya.

Di kampungya saat mudanya lebih dikenal dengan panggilan Ma Emon atau Mang Emon, sekarang setelah sepuh orang di kampungnya memanggilnya Abah Emon atau Abah Haji sebutan yang lumrah bagi seseorang yang telah berhaji. 

Emon adalah nama etnik Sunda  karena kebiasaan dialek Sunda yang lumrah biasanya menyebut nama seperti Ahmad bisa bergeser menjadi Emod, atau Sanusi menjadi Uci, maka Usmanpun akan bergeser menjadi Emon.

Usman atau Emon kecil terlahir sebagai anak priyayi desa, bapaknya merupakan kepala desa  pertama jaman kemerdekaan dan kepala desa saat itu cenderung menjadi jabatan yang turun temurun dari semenjak bapak moyangnya, Usman sendiri merupakan anak laki-laki yang pertama dari tiga belas bersaudara dimana kehadirannya memberikan kebahagiaan bagi keluarga terang saja karena 7 saudara sebelumnya perempuan semua dan besar harapan Usman kelak akan menjadi Penerus Kepala Desa.

Namun takdir berkata lain saat Usman baru menginjak masa remaja Sang Ayah Hanaf Sasmita meninggal dunia, maka penurus Kepala Desa turun kepada menantu laki-laki atau kakak iparnya Usman, begitupun ketika digantikan turun lagi kepada Kakak Ipar selanjutnya, hingga akhirnya Usman memang benar-benar tidak ingin untuk melanjutkan tradisi kepala desa turun temurun. 

Akhirnya terwujud juga sampai sekarang, dengan bergantinya kepala desa yang menjabat dari warga desanya yang bukan lagi dari kalangan saudara atau keluarga intinya.
Bersama anak penulis "Ahmad Fatih Wilanagara" sang cucu 

Sebagai anak Kuwu (kepala Desa) Usman memiliki modal untuk bisa bersekolah hal itu tidak disiasiakannya sehingga dia bisa mengenyam pendidikan hingga SGA (sekolah Guru Atas) di Bandung dan di zaman itu sangat langka orang mengenyam pendidikan setinggi itu, selanjutnya setelah lulus usman mengabdikan diri sebagai guru SGB (Sekolah Guru Bawah) di Kuningan dan Luragung. 

Jiwa pendidik mendarah daging sampai Pernah mengajar di Hampir semua jenjang pendidikan , sambil meneruskan kuliahnya di IKIP Bandung, Usman bergabung dengan yayasan Pasundan sehingga pernah mengajar TK dan SLB Tuna Rungu, di jaman orde baru pernah menjadi dosen di Unswagati dan lama berkarir sebagai PNS di SMPP (sekarang SMA 4 Cirebon) dan berakhir karirnya di PNS tahun 1993 sebagai Kepala Sekolah di dua SMA sekaligus di SMAN Arjawinangun dan SMAN Kapetakan (merupakan Kepala Sekolah Pertama SMA Kapetakan).

Sebagai alasan dan kesan mengapa Usman mencintai profesi guru terlisan dalam kata-katanya yang terekam dalam kenangan saya (penulis) dalam setiap beliau bertutur tentang pengalaman hidupnya.
" Kajeun kesejahteraan guru leutik tur peurih, tapi gurumah tetep profesi mulia loba nu ngahaturnuhunkeun kusabab geus jadi cukang lantaran kasuksesan " (Biar guru itu hidupnya getir, kesejahteraannya kecil, tapi guru tetap menjadi profesi yang mulia karena yang menjadi sebab kesuksesan orang di masa depannya) katanya .

Bersama Putrinya (anak no. 9) di genap usia 81 tahun.
InsyaAllah Abah amal mengajarnya menjadi keberkahan bagi keluarga dan anak muridnya serta ilmu yang bermanfaatnya menjadi investasi fahala yang tak putus-putus nantinya. aamiin. Dan bagaimanapun guru adalah sosok pahlawan nyata, walau tanpa tanda jasa. 

(Adinda Sampurna Wilanagara)




Comments

Popular posts from this blog

Simpang Tanjung Alam dengan Beberapa Titiknya

Bagi anda yang berdomisili di Kota Bukittinggi dan sekitarnya tentu tidak asing lagi dengan namanya Simpang Tanjung Alam di kawasan Agam Timur, atau bagi anda yang sedang berencana melancong ke Bukittinggi dari arah Pekanbaru maka akan melewati simpang ini yang jaraknya  kurang lebih 3 KM sebelum masuk gerbang kota Bukittinggi. Anda boleh kenali beberapa titik yang bisa anda singgahi sekaligus 'nikmati'. Masjid Nurul Huda Masjid Nurul Huda Masjid ini sangat pas untuk disinggahi para pelancong yang sedang berada dalam perjalanan jalur Pekanbaru - Padang, letaknya memang tidak dipinggir jalan raya sedikit masuk sekitar 100 meter dari simpang empat arah ke kapau,kalau dari arah Padang atau Bukittinggi sebelah kiri posisinya sebaliknya sebelah kanan kalau dari arah Pekanbaru. Masjidnya bagus dan bersih, halamannya cukup luas untuk parkir,  toilet serta tempat wudhunya terawat dan yang terpenting tidak pernah kekeringan air.  Bubur Ayam Bandung Bubur Ayam B

Legenda Wilanagara

Tugu Gerbang Puser Dayeuh. ( sumber foto:Asep Sudiana ) Wilanagara adalah sebuah nama desa yang terletak di timur kawasan Jawa Barat, atau tepatnya desa yang berada di wilayah pemerintahan kecamatan Luragung kabupaten Kuningan. Membahas sebuah tempat ada yang menarik biasanya adalah mengenai asal-usul namanya, yang biasanya berlatar belakang sejarah legenda atau mitos dari cerita orangtua dahulu yang terkadang dihubung-hubungkan supaya terdengar nyambung tak jauh dari namanya yang kadang secara ilmiah dari fakta sejarahnya tidak ada hubungannya, namun walau begitu legenda merupakan hasil budaya yang perlu juga untuk diapresiasi karena sebetulnya sarat  pesan dan symbol untuk memberi motivasi dan warna hidup suatu masyarakat atau  setidaknya bisa jadi dongeng untuk " ngabobodo anu Cengeng " istilah Sundanya. begitupun dengan nama Wilanagara bagaimana sejarahnya seperti apa asal-usulnya?  Asal-usul Wilanagara menurut beberapa Sumber bahwa dahulu  namanya adal

Jalan HAMKA Bukittinggi

masjid jami tarok sumber foto www.panoramio.com Jalan Prof DR Hamka atau lebih dikenal dengan Jalan HAMKA di Kota Bukittinggi ini panjangnya hanya kurang lebih 2 KM saja, dimana ujung pangkal jalannya bersambung dengan dua jalan utama lainnya, ujungnya bertemu jalan Sutan Syahrir dan di pangkalnya bermuara di Jalan Soekarno Hatta. Dari persimpangan jalannya, setidaknya ada 3 Simpang utama yang strategis dan terkenal yang merupakan bagian dari jalan HAMKA : Simpang Mandiangin Simpang Landbow Simpang Tarok Simpang Mandiangin Pangkal jalan yg bermuara dengan jalan Soekarno Hatta adalah Simpang 4 dimana menghubungkan ke Pasar Bawah dan Pasar Banto, ke Mandiangin sendiri atau ke arah Gulai Bancah menuju Kantor Walikota dan satunya ke arah Tanjung Alam yang  merupakan jalur utama ke Kota Payakumbuh. Simpang Tarok adalah ujung jalan HAMKA yang bertemu Jl. Sutan Syahrir membentuk Simpang Tiga yang menghubungkan ke Pasar Aur Kuning dan ke Lapangan Kantin menuju Pusat Kota Bukit