Skip to main content

Misteri Batu Buyut Caringin di alun-alun desa

Pohon itu tumbuh di tengah alun-alun desa. Besar, kokoh, tinggi dan menjulang rindang, saat itu aku belum sekolah kira-kira seusia taman kanak-kanak karena memang aku tidak mengenyam bangku TK alias langsung SD.

Rumahku yang tidak jauh dari alun-alun desa memungkinkan aku sering bermain di sekitaran alun-alun desa itu sekedar memungut buah beringin yang kecil-kecil dan masak, atau naik pada batang beasarnya yang membentuk celah luas seperti goa pada percabangan dahan utamanya rasanya dulu rongga celah tu cukup luas untuk dimasuki aku yang masih anak-anak.

Dan dulu di antara akar-akarnya yang menonjol keluar di bawah batang besarnya ada sebuah  Batu Buyut yang merupakan batu arca peninggalan nenek moyang (disinyalir merupakan peninggalan jaman polenesia atau megalitik) batu yg dipahat berbentuk arca pemujaan yang bentuknya menyerupai sosok manusia yang samar,

Dahulu jika kami mau melangkahi atau menginjaknya sebagai tumpuan untuk memanjat ke dalam celah rongga percabangan dahan beringin biasanya kami harus permisi dulu pada batu buyut itu minimal bilang "punten paralun ", bahkan kami sesekali suka menemukan sesajen di dekat batu itu.
Contoh: Bentuk Batu peninggalan jaman Polenesia "Batu Buyut Salam" yang
ada di Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan


Pada suatu hari aku tidak menemukannya lagi, dengar-dengar dari obrolan orang-orang dewasa  Batu Buyut itu di amankan secara diam-diam oleh para pemuka agama di desaku karena alasan batu buyut itu telah menjadi benda pemujaan (syirik) yang mencederai aqidah masyarakat.

Namun sekali aku mendengar kabar cerita Batu Buyut itu ditemukan oleh warga di Sungai Cibangka dan dikembalikan lagi ke tempatnya semula di bawah beringin namun lagi-lagi Batu Buyut itu akhirnya menghilang dan tak pernah kembali hingga saat ini masih misteri betul-betul hilang dibuang atau ada pihak yang memanpaatkannya.wallahualam.


Posting lainnya :






Comments

Popular posts from this blog

Simpang Tanjung Alam dengan Beberapa Titiknya

Bagi anda yang berdomisili di Kota Bukittinggi dan sekitarnya tentu tidak asing lagi dengan namanya Simpang Tanjung Alam di kawasan Agam Timur, atau bagi anda yang sedang berencana melancong ke Bukittinggi dari arah Pekanbaru maka akan melewati simpang ini yang jaraknya  kurang lebih 3 KM sebelum masuk gerbang kota Bukittinggi. Anda boleh kenali beberapa titik yang bisa anda singgahi sekaligus 'nikmati'. Masjid Nurul Huda Masjid Nurul Huda Masjid ini sangat pas untuk disinggahi para pelancong yang sedang berada dalam perjalanan jalur Pekanbaru - Padang, letaknya memang tidak dipinggir jalan raya sedikit masuk sekitar 100 meter dari simpang empat arah ke kapau,kalau dari arah Padang atau Bukittinggi sebelah kiri posisinya sebaliknya sebelah kanan kalau dari arah Pekanbaru. Masjidnya bagus dan bersih, halamannya cukup luas untuk parkir,  toilet serta tempat wudhunya terawat dan yang terpenting tidak pernah kekeringan air.  Bubur Ayam Bandung Bubur Ayam B

Legenda Wilanagara

Tugu Gerbang Puser Dayeuh. ( sumber foto:Asep Sudiana ) Wilanagara adalah sebuah nama desa yang terletak di timur kawasan Jawa Barat, atau tepatnya desa yang berada di wilayah pemerintahan kecamatan Luragung kabupaten Kuningan. Membahas sebuah tempat ada yang menarik biasanya adalah mengenai asal-usul namanya, yang biasanya berlatar belakang sejarah legenda atau mitos dari cerita orangtua dahulu yang terkadang dihubung-hubungkan supaya terdengar nyambung tak jauh dari namanya yang kadang secara ilmiah dari fakta sejarahnya tidak ada hubungannya, namun walau begitu legenda merupakan hasil budaya yang perlu juga untuk diapresiasi karena sebetulnya sarat  pesan dan symbol untuk memberi motivasi dan warna hidup suatu masyarakat atau  setidaknya bisa jadi dongeng untuk " ngabobodo anu Cengeng " istilah Sundanya. begitupun dengan nama Wilanagara bagaimana sejarahnya seperti apa asal-usulnya?  Asal-usul Wilanagara menurut beberapa Sumber bahwa dahulu  namanya adal

Jalan HAMKA Bukittinggi

masjid jami tarok sumber foto www.panoramio.com Jalan Prof DR Hamka atau lebih dikenal dengan Jalan HAMKA di Kota Bukittinggi ini panjangnya hanya kurang lebih 2 KM saja, dimana ujung pangkal jalannya bersambung dengan dua jalan utama lainnya, ujungnya bertemu jalan Sutan Syahrir dan di pangkalnya bermuara di Jalan Soekarno Hatta. Dari persimpangan jalannya, setidaknya ada 3 Simpang utama yang strategis dan terkenal yang merupakan bagian dari jalan HAMKA : Simpang Mandiangin Simpang Landbow Simpang Tarok Simpang Mandiangin Pangkal jalan yg bermuara dengan jalan Soekarno Hatta adalah Simpang 4 dimana menghubungkan ke Pasar Bawah dan Pasar Banto, ke Mandiangin sendiri atau ke arah Gulai Bancah menuju Kantor Walikota dan satunya ke arah Tanjung Alam yang  merupakan jalur utama ke Kota Payakumbuh. Simpang Tarok adalah ujung jalan HAMKA yang bertemu Jl. Sutan Syahrir membentuk Simpang Tiga yang menghubungkan ke Pasar Aur Kuning dan ke Lapangan Kantin menuju Pusat Kota Bukit